Sabtu, 28 April 2012

Marxist dan Post Marxist


PENDAHULUAN
I.                   TEORI MARXIST
Berangkat dari pemahaman awal dan mendasar dari teori-teori Marxist, bahwa dalam sejarahnya manusia ini adalah sejarah pertentangan kelas. Hal ini disebabkan oleh pada awalnya manusia harus memenuhi kebutuhan dasarnya yaitu makanan, pakaian dan tempat tinggal. Kebutuhan mendasar ini sudah ada sejak manusia hidup di dunia ini dan sadar akan kebutuhan mendasarnya. Dalam teori marx dalam Materialisme Historisnya sejarah peradaban manusia dari masyarakat Komunal primitif, feodalisme sampai kapitalisme. Dan berangkat dari sejarah tersebut marx memahami bahwa sejarah tersebut akan berputar kembali prinsip-prinsipnya sesuai dengan cita-cita utopis kaum sosialisme yaitu terwujudnya masyarakat tanpa kelas yaitu masyarakat komunalistik itu sendiri.
Melihat teori awal marx tersebut kita bisa mengambil sedikit dari teori yang dikemukakannya yaitu tentang sejarah pertentangn kelas atau konflik yang terjadi sepanjang peradaban manusia. Untuk memenuhi kebutuhan mendasar manusia itu maka manusia harus melakukan kerja-kerja produktif. Dalam proses kinerja produksi ini manusia mengembangkan cara-cara atau metodenya. Manusia sesuai dengan berkembangan pemikirannya atau sesuai yang dikemukakan Darwin pemikiran manusia berkembang karena kerja-kerja yang dilakukannya maka manusia menciptakan alat-alat untuk mempermudah proses produksinya yang tujuan utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan mendasarnya tadi.
Masyarakat berkelas muncul pertama kali ketika kekuatan-kekuatan produksi (alat-alat kerja dan tenaga kerja) berkembang hingga menghasilkan produksi berlebih. Kelebihan produksi inilah yang pertama kali menjadi awal untuk kelompok lain untuk mengambil kelebihan produksi yang ada. Dalam setiap masyarakat berkelas yang ada selalu didapati adanya pengambilan/perampasan atas hasil produksi. Perampasan atas hasil produksi inilah yang kemudian sering dinamakan dengan penghisapan.
Pada masa komunalistik alat-alat produksi ini masih dimiliki secara bersama. Posisi dan hubungan mereka atas alat-alat produksi adalah sama. Semua orang bekerja dan hasil produksinya dibagi secara adil diantara mereka. Karena alat produksi masih primitif hasil produksinya pun belum berlebihan diatas dari yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sehingga tidak ada basis/alasan orang/kelompok untuk menguasai hasil kerja orang lain.
Sementara dalam masa feodalisme (berasal dari kata feodum yang berarti tanah) dimana terdapat dua kelas utama yaitu tuan feodal (bangsawan pemilik tanah) dengan kaum tani hamba atau petani yang pembayar upeti. Produksi utama yang dihasilkan didapatkan dari mengolah tanah. Tanah beserta alat-alat kerjanya dikuasai oleh tuan feodal atau bangsawan pemilik tanah. Kaum Tani hambalah yang mengerjakan proses produksi. Ia harus menyerahkan (memberikan upeti) sebagian besar dari hasil produksinya kepada tuan feodal atau para bangsawan pemilik tanah. 
Begitu pula halnya dalam sistem kapitalisme yang menghasilkan dua kelas utama yaitu kelas kapitalis dan kelas buruh. Proses kegiatan produksi utamanya adalah ditujukan bukan untuk sesuai dengan kebutuhan manusia, melainkan untuk menghasilkan barang–barang dagangan untuk dijual ke pasar, untuk mendapatkan keuntungan yang menjadi milik kapitalis. Keuntungan yang didapat ini kemudian dipergunakan untuk melipatgandakan modalnya. Keuntungan yang didapatkan dari hasil kerja buruh ini, dirampas dan menjadi milik kapitalis. Buruh berbeda dengan budak atau tani hamba. Buruh, adalah manusia bebas. Ia bukan miliknya kapitalis. Tetapi 7 jam kerja sehari atau lebih dalam hidupnya menjadi milik kapitalis yang membeli tenaga kerjanya. Buruh juga bebas menjual tenaga kerjanya kepada kapitalis manapun dan kapanpun ia mau. Ia dapat keluar dari kapitalis yang satu ke kapitalis yang lain. Tetapi akibat sumber satu-satunya agar ia dapat hidup hanya menjual tenaga kerjanya untuk upah, maka ia tidak dapat pergi meninggalkan seluruh kelas kapitalis. Artinya buruh diikat, dibelenggu, diperbudak oleh seluruh kapitalis, oleh sistem kekuasaan modal.
Dari paparan ini kita bisa melihat bahwa teori marx dalam studi kasus konflik menyatakan pertentangan atau konflik antar kelas terjadi karena perebutan alat produksi dan nilai lebih atau surplus value karena terjadinya penghisapan yang dilakukan oleh kaum kapitalis terhadap buruh sebagai manusia bebas.


II.                TEORI POST-MARXIST
Sepanjang berjalanya teori-teori Marxist ini dipahami dan digunakan untuk malukan perubahan-perubahan dalam bentuk-bentuk perlawan-perlawan yang dilakukan oleh kelas proletar terhadap kelas borjuasi  untuk merebut alat produksi dan nilai lebih tadi sampai pada tindakan merebutkan kekuasaan Negara yang tidak hanya alat produksi saja. Keberhasilan para pemikir-pemikir teori marxis dalam mempraktekan jalannya teori ini membuahkan hasi dibeberapa Negara seperti Negara-negara eropa timur dan amerika latin yaitu uni soviet, Jerman timur, Kuba, dan lain-lain.
Di sela-sela perjalan sejarah itu pula muncul kritikan-kritikan yang bersifat dekonstruktif, otokritik dan sampai pada tingkatan merivisi teori-teori marx oleh para pemikirnya.
Hal ini disebabkan seperti yang dikatakan di dalam bukunya dua orang pemikir teori marx pada awalnya, yaitu Ernesto Laclau dan Chantal Moufe dalam bukunya Hegemoni dan Strategi Sosialis. Bahwa pemikiran sayap-kiri atau Marxist saat ini tengah berada dipersimpagan jalan. Kebenaran-kebenaran yang tampak jelas dengan sendirinya di masa lalu seperti misalnya bentuk-bentuk analisis dan kalkulasi politik yang klasik, kekuatan-kekuatan alamiah dalam berkonflik, makna sejati dari perjuangan dan cita-cita kaum kiri, tengah menghadapi tantangan yang serius sebagai akibat dari terjadinya serangkaian mutasi historis yang menggoyahkan fondasi dari kebenaran-kebenaran itu. Beberapa mutasi itu ada kaitannya dengan kegagalan-kegagalan dan kekecewaan-kekecewaan: mulai dari kudeta Budapest sampai Praha dan Polandia, mulai dari Kabul sampai dengan serangkaian kemenangan komunis di Vietnam dan Kamboja. Dalam konteks ini muncul tanda tanya yang semakin besar dan semakin terfokus arahnya pada keseluruhan cara memahami sosialisme dan jalan yang harus ditempuh olehnya. Hal inilah yang mendorong munculnya kembali pemikiran kritis-pemikiran kritis yang bersifat menggerogoti namun memang tak bisa dielakkan terhadap basis teoritis dan polirik yang menjadi fondasi dari bangunan horizon intelektual kiri yang tradisional.
 Selain itu ada hal yang lain lagi. Serangkaian fenomena baru yang merupakan dasar terjadinya mutasi itu, juga munculkan desakan yang semakin kuat untuk melakukan penilaian ulanh secara teoritis. Fenomena baru itu seperti misalnya gerakan feminisme baru, gerakan-gerakan protes yang bersifat etnik, nasional dan minoritas gender, perjuangan ekologi anti-sistem yang dilakukan oleh lapis-lapis masyarakat yang termarjinalkan, gerakan anti senjata nuklir, bentuk-bentuk ganjil dari perjuangan sosial di Negara-negara periferi kapitalis. Fenomena-fenomena baru itu mengimplikasikan terjadinya gerak perluasan konflik sosial ke wilayah yang semakin luas sehingga menciptakan potensi, namun hanya sebatas potensi, bagi terciptanya sebuah gerak kemajuan kea rah masyarakat-masyarakat yang semakin lebih bebas, demokratis dan egalitarian.
Pada saat ini kedua tokoh ini mengatakan, segenap konsepsi sosialisme tengah mengalami krisis. Konsepsi itu sendiri didasarkan pada penetapan posisi sentral secara ontologism kepada kelas buruh, kepada peran Revolusi – disini, Revolusi dengan menggunakan huruf ‘r’ besar karena merupakan momentum fundamental bagi proses transisi dari satu tip eke tipe masyarakat lainnya-, dan kepada prospek terciptanya kehendak kolektif yang sangat utuh dan homogeny di masa depan sehingga akan menjadi momen-momen yang bersifat politik sebagai momen-momen tak bermakna.
Dari paparan ini saya bisa mengambil kesimpulan bahwa menurut Laclau dan Moufe konflik terjadi bukan hanya antara kelas Bojuasi dan proletar atau bukan hanya karena perebutan alat-alat produksi dan surplus value. Akan tetapi ada juga lahirnya konflik-konflik yang bersifat particular yang disebabkan oleh keberlanjutan kompleksitas kapitalisme itu sendiri. Munculnya konflik-konflik yang berangkat dari wacana particular ini tidak bisa dipungkiri realitasnya. Seperti analisis Laclau dan Moufe munculnya gerakan-gerakan feminism, ekologi, anti nuklir dan lain-lain.
Dalam hal ini Laclau dan Moufe ingin mengatakan bahwa tidak semua konflik yang terjadi di dunia hanya dapat di analisis menggunakan teori Marxist berdasarkan surplus value, akan tetapi wacana-wacana yang bersifat particular yang disebabkan oleh penghisapan kapitalisme yang berkenlanjutan ini pun terjadi di dunia realita.
Saya juga melihat L&M melihat bagaimana menemukan formula yang lebihn realistis untuk mencapai cita-cita perjuangan dalam melawan kapitalisme yang berkenlajutan. Cita-cita utopis kaum Marxist ortodoks sampai saat ini belum bisa diwujudkan akantetapi lebih banyak memakan korban penindasan-penindasan baru terhadap kebebesan seperti yang terjadi di Negara-Negara sosialisme dulu seperti contoh Uni Soviet dan Jerman Timur.
Dalam teori gerakan sosialnya juga L&M bahwa yang menjadi agen sosial change bukan hanya kaum buruh satu-satunya. Akan tetapi kaum buruh adalah salah satu bagian dari agen tersebut. Dia melihat seperti yang terjadi ketika Revolusi yang menumbangkan Raja Tsar di Jerman, disan kaum buruk mempunyai isu particular yaitu untuk merebutt dan mendapatkan surplus value, di kelompok lain juga mungkin ada seperti kelompok-kelompok akademisi yang tersadarkan menuntut kebebesan dari belenggu opresif tindakan raja Tsar.
Dalam logikanya L&M mengatakan agen-agen sosial lainya seperti feminism, ekologi anti-sistem, anti Nuklir dan termasuk kaum buruh sendiri harus menemukan yang namnya chain of equivalence atau tali kesetaraan untuk menyambungkan perjuangan tersebut dalam melawan musuh bersama yaitu kapitalisme yang berkelantutan itu sendiri. Artinnya wacana-wacana particular itu harus bisa di angkat menjadi menimjam istila Habermas yaitu collective discourse atau wacana bersama.
ANALISIS
Memang Benar apa yang diakatakan oleh L&M untuk menjawab tantang konflik yang diciptakan oleh kapitalisme berkelanjutan bukan hanya berasaskan anatara kaum buruh dan borjuasi dalam memperebutkan surplus value. Akan tetapi saya melihat L&M menitiktekankan pada perjuangan yang lebih luas yaitu identitas ras, gender dan budaya. Dalam hal ini dibuktikan dengan analisis realitisnya munculnya kelompok-kelompok feminism yang bertujuan juga melawan kapitalisme yang berkelanjutan dengan metode mereka sendiri. Saya melihat bagaimana L&M menggunakan juga teori hegemoni Gramsci dalam menganalisis dan memformilasikan bentuk analisis dalam penyelesaian atau strategi baru untuk menghegemoni wacana yang ada dalam melawan kapitalisme yang berkelanjutan.
Akan tetapi meminjam teori marx dalam Materialisme Dialektika Historis. Ada yang namanya kontradiksi pokok. Kita harus melihat dalam menganalisis sebuah konflik apakah konflik yang abadi itu atau konflik yang paling mendasar itu memang disebabkan hanya karena permasalahan identitas ras, gender dan kebudayaan saja. Marx menganalisis jauh dari sejarah manusia pada zaman komunalistik primitive sampai sekarang ini. Bahwa ternyata kontradiksi pokok atau persoalan mendasar manusia dan masyarakat adalah bagaimana mereka memenuhi kebutuhan dasar mereka. Hari ini hak-hak dasar manusia baik secara sadar ataupun tidak telah dirampas atau dieksploitasi oleh kelas borjuasi yang pada akhirnya menciptakan konflik dalam memperubtkan surplus value. Persoalan indetitas seperti ras, budaya, gender bahkan agama merupakan ekses dari permasalahan mendasar tersebut.
Tanpa bermaksud untuk menjadi Marxist ortodks, saya coba memberikan analisis fenomena-fenomena konflik kotemporer.
Isu-isu agama yang sering sekarang ini diwacanakan menjadi isu Terorisme seperti yang terjadi di Indonesia, Timur Tengah dan Amerikan. Kalau kita melihat wacana hari agama Islam yang pemeluknya hari ini menjadi label terhadap segala aktivitas terorisme yang terjadi di dunia ini. Kepemilikan senjata pemusnah missal yang di isukan dimiliki oleh Saddam Husein menjadi alibi bagi Amerika untuk menyerang Negara Irak dan memusnahkan ribuan rumah dan penduduknya. Padahal kalau kita analisis lebih mendalam bahwa ternyata amerika hanya memiliki kepentingan untuk ladang minyak yang ada disana.
Konflik antara Israel dan Palestina. Israel sebagai bangsa yang menguasai media menyebarkan wacana bahwa pendudukan mereka terhadap nergara Palestine merupak Karena keterasingan merekan atas di usirnya mereka dari tanah Eropa setelah peristiwa Holocoust oleh Hitler. Mereka menggugat kebutuhan identitas mereka untuk diakui dan dilegitimiasi oleh dunia internasional untuk melakukan segala agresi militer merekan terhadap palestina. Padahal kalau kita menganalisis secara radikal mereka hanya ingin membumihanguskan palestina dan merebut semua tanah palestina.
Dalam hal ini kita kembali lagi ke zama imperialism atau kolonialisme untuk tujuan Feoadilisme seperti yang telah di analisis marx sebelumnya.
Kita perlu ingat bahwa Negara merupak alat oleh kapitalisme untuk melegalkan dan melancarkan segala aktivitas mereka untuk merebut segara sumber daya alam atau mengexploitasi buruh yang ada di Negara tersebut.
Realitas-realitas konflik yang terjadi hari ini seperti terorisme antara indetitas muslim dengan non muslim bagi Negara Indonesia ini menurut saya bukanlah merupakan bentuk hasil prediksi L&M tentang konfilk indetitas. Tapi merupakan bagian dari pengalihan isu dari kontradiksi pokok yaitu merupak permasalah materil pemenuhan dasar hak-hak warga Negara ini.
Kita mengambil kasus konfli antara pekerja dan pemilik modal Freeport di Papua dengan masyarakat setempat. Kalau kita menganalis dengan hanya memakai kulit luar dari teori Marxist ini tidak akan dapat. Tapi dari sudut pandang saya melihat, bahwa rakyat papua tidak merasa adil terhadap pembagian hasil (surplus value) dari exploitasi terhadap tanah atau alam mereka disana. Kesejahtraan tidak terwujud disana sedangkan hasil dari Freeport tersebut bisa untuk membiayai satu Negara ini. Secara sederhana memang tidak ada kelas borjuasi dan proletar yang berkonflik disana.
Akan tetapi saya melihat bahwa warga papua yang disana juga merupakan warga Negara Indonesia. Mereka harus memenuhi kewajiban-kewajiban mereka terhadap Negara ini. Seperti pajak dan segala bentuk retribusi yang mereka harus bayar terhadap Negara untuk memenuhi kewajiban legitimate mereka terhadap Negara. Untuk membayar itu semua dalam bentuk materil mereka harus melakukan kerja-kerja yang menghasilkan materil seperti yang dilakukan kaum buruh. Selain itu juga untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka sehari-hari. Tapi apa yang mereka dapatkan dari nergara??? Apakah hak-hak dasar mereka yang secara lebih luas lagi seperti pendidikan dan kesehatan dipenuhi secara adil oleh Negara. Apakah ini bukan bentuk pengeksploitasian terhadap warganegara. Segala hak warga Negara dirampas dan kewajiban mereka terus dituntut??? Apakah ini bukan bentuk alienasi Negara terhadap warga negaranya???
Pada akhirnya dan intinya. Kita harus sadar bahwa kapitalisme menggunakan segala cara dan alat untuk melegalkan dan melanggengkan segala aktivitas mereka demi penguasaan terus terhadap surplus value, demi bisa terus mengexploitasi alam dan manusia, dan demi terus mengakumulasikan modal yang mereka telah tanam sebelumnya.
Mungkin beberapa saat mereka akan rela sedikit mengalah dalam prinsip. Seperti meminjam teori Keynes Subsisdi terhadap rakyat merupakan Pengkhianatan Terbesar Negara terhadap Prinsip kapitalisme. Pada hari ini Negara-negara kapitalisme banyak yang melakukan pengkhianatan tersebut seperti America ketika krisis kasus Lehma Brother kemarin Presiden Obama memberikan Subsidi besar-besaran terhadap rakyatnya agar dapat bangkit kembali.
Kapitalisme sendiri tidak sibuk untuk mengurusi dari dulu permasalahan indetitas gender, rasa atau kebudayaan sekalipun. Bagi sistem ini pada prinsipnya privilese terhadap semua individu itu sama berdasaarkan asas materil yaitu capital. Artinya siapapun memiliki privilise atas dasar Modal atau capital yang dimilikinya.
Teori-teori marx tidak membantah akan adannya privilese terhadap indetitas-indetitas setiap manusia. Akan tetapi teori marx tidak memfokuskan terjadinya sebuah konflik dikarenakan oleh hal-hal tersebut. Realita-realitas adanya konflik tersebut yang menurut L&M menurut saya hanyalah wacana-wacana particular yang akan mereduksi wacana utama atau universal yaitu surplus value atau materil. Kesadaran-kesadaran yang dibangun oleh kaum post Marxist yaitu tentang bagaimana dalam membangun gerakan sosial atau menganalisis konflik dan menemukan strategi baru dan tujuan baru yang berangkat dari tidak realistisnya atau utopis nya cita-cita kaum Marxist dan kegagalan-kegagalan Negara-negara sosialisme dalam mewujudkan cita-cita tersebut. Malah memakan korban terhadap penindasan baru terhadap kebebasan berfikir manusia.
Hal ini menurut saya memang terjadi, tapi saya juga tidak sepakat terhadap menumbuhkembangkan wacana-wancana particular yaitu indetitas-indetitas ras, gender, budaya dan bahkan agama. Karena itu sebarnya mengaburkan sekali lagi menurut saya kontradiksi pokok dari konflik di dunia ini. Tidak ada yang namanya benturan kebudayaan, tidak ada yang namanya konflik agama, tidak ada yang namanya permasalahan gender. Yang ada adalah permasalahan materil atau surplus value menyebabkan budaya yang lebih hedonis menggerogoti budaya yang tradisionalis, kaum gender yang lebih dominan dalam harta mengkebiri kebebasan dan hak dari gender yang tak memiliki apa-apa, agama yang yang lebih mayoritas, berkuasa dan memiliki materil lebih akan menindas agamawan-agamawan yang miskin.
Intinya dalam konflik yang abadi menurut marx disebabkan oleh kontradiksi pokok yaitu materil. Fenomena-fenomenanya dan analisis-analisis teorinya bisa saja berganti-ganti dan berubah-ubah setiap zamanya. Akan tetapi tak ada yang abadi di Dunia INI KECUALI PERUBAHAN ITU SENDIRI.


Topik
Sosialisme Demokrasi
Marxisme- Leninisme
Perubahan
Perubahan dilakukan  dengan cara bertahap (gradual)
Perubahan dilakukan  dengan cara drastic (revolusi)
Cara melakukan perubahan
Perubahan dilakukan dengan membentuk partai dan ikut kedalam parlemen
Perubahan dilakukan dengan membentuk partai dan kediktatoran
Negara
Negara dibutuhkan untuk menjamin fungsi keadilan
Negara diterima sebagai fase sosialis dan dibubarkan dalam fase komunis
Pengawasan
Masyarakat mengontrol negara
Negara mengontrol masyarakat
System Politik
Parlementarian
Otoritarian
Masa
Masa terdiri dari kader partai
Masa dibentuk oleh kader partai yang bertindak sebagai pelopor
Demokrasi
Demokrasi adalah cara pencapaian tujuan sosialisme
Demokrasi sebagai salah satu jalan revolusi menuju komunisme
Individu
Individu diikat tetapi tetap diberi ruang
Individu lebur kedalam kolektif
Ekonomi
Tema utama adalah keadilan sosial
Tema utama adalah ekonomi terpimpin
Hukum
Supremasi hukum
Otoriter
Tujuan Akhir
Masyarakat adil dan makmur (welfare society)
Masyarakat tanpa kelas
Sumber: F.R. Srivanto (Direktur Eksekutif Institut Studi Sosial Demokrasi dan Ketua Biro Penelitian dan Pengembangan Pemuda Sosialis Jakarta)











DAFTAR PUSTAKA
Ernesto Laclau and Chantal Mouffe, Hegemoni dan Strategi Sosialis: Postmarxisme+Gerakan Sosial Baru. Yogyakarta: Versi, 2008 Penerjemah: Eko Prasetya Darmawan
Plekanov, Masalah-Masalah Dasar Marxisme. Jakarta: 2002 Penerjemah: Ira Iramanto
Materialisme Dialektika Historis terjemahan Indonesia
Situs Indomarxist: Pengantar Ekonomi-Politik Marxist


Tidak ada komentar:

Posting Komentar