Senin, 13 Juni 2011

Kata Pak Kierkegaard tentang KOMITMEN

Pemikiran lain yang menarik adalah sebuah dialektika eksistensialis yang menggambarkan perkembangan religiusitas manusia dari apa yang disebutnya tahap estetis, tahap etis, hingga tahapan religius. Tahap pertama adalah tahap estetis yaitu ketika manusia bereksistensi berdasarkan prinsip kesenangan indrawi, sebagaimana arti kata estetis yang bermakna mengindra. Tokoh dalam peradaban barat yang menjadi contoh adalah Don Juan yang memburu kesenangan. Tahapan kedua dicapai dengan satu lompatan menuju tahap dimana manusia bereksistensi dengan pertimbangan moral universal dalam kerangka benar dan salah. Tokoh yang dapat dijadikan contoh adalah Socrates yang mengorbankan dirinya demi prinsip moral universal. Tahap terakhir adalah tahap keimanan puncak yang tidak dapat dinilai dengan penilaian moral universal namun menemui sifat paradoks keimanan. Tokoh yang dijadikan teladan adalah Ibrahim (atau Abraham) dalam kisah penyembelihan anaknya (Ishak dalam agama Kristen dan Ismail dalam agama Islam) yang tindakannya tersebut, sebagai manifestasi dari keimanannya, tidak dapat dinilai dengan penilaian moral universal. Sebuah tindakan yang mengandung dasar paradoks karena di satu sisi Ibrahim menyerahkan diri sepenuhnya, dan kehilangan segala-galanya, dengan gerakan imannya dan di sisi lain, secara bersamaan, dia mendapatkan segalanya dengan cara yang baru. Sebuah kegilaan ilahi, sesuatu yang tidak dikutuk tapi justru dianjurkan oleh Kierkegaard, yang akan tampak absurd apabila dimasukkan ke dalam kategori moral universal.
Di dalam tahap etis, manusia memang menjadi lebih tinggi eksistensinya ketimbang pada tahap estetis sebab terdapat pengambilan keputusan. Akan tetapi, karena manusia bukan hanya makhluk yang mewaktu melainkan juga mendamba keabadian untuk melampaui momen-momen kehidupan, maka tahap etis ini pun belum mencukupi.Dengan masuk ke dalam tahap religius, barulah manusia dapat mengungkap seluruh kodratnya dengan menyintesiskan antara yang mewaktu dan yang abadi. Untuk dapat menyatukan seluruh fragmen kehidupannya, manusia perlu memberikan komitmen, misalnya dalam perkawinan atau kepada Tuhan. Inilah yang disebut Kierkegaard sebagai “lompatan”. Komitmen selalu berkaitan dengan masa kini dan masa depan, padahal masa depan ditandai dengan ketidakpastian dan kemungkinan. Dengan membuat komitmen, manusia membuat masa depan yang “tidak pasti” itu menjadi “pasti,” sekurang-kurangnya dalam subyektivitas manusia, yakni dengan memusatkan diri pada pihak yang diberikan komitmen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar